Sabtu, 02 Januari 2010

Selamat Natal dan Tahun Baru


SELAMAT NATAL 
25 Desember 2009


SELAMAT TAHUN BARU 01 Januari 2010

Natal dan Tahun Baru selalu mengajak kita menjadi baru. Terkadang kita terlalu nyaman dalam cangkang lama yang menghambat perkembangan diri kita. Yesus telah datang ke dunia, mau hidup bersama kita. Solidaritas dari Yang Ilahi mengajak kita untuk berani membuat perubahan.

Sebagai hadiah natal, sebuah kisah yang disampaikan oleh Rm. Krispurwana Cahyadi S. J kami haturkan.

Setelah beberapa lama berada di Yerusalem untuk menyelesaikan terjemahan Kitab Suci, Hieronimus akhirnya memutuskan mengakhiri 'proyek' itu dengan merayakan Natal di Bethlehem. Dia memilih tinggal di sebuah gua kecil di pinggiran Bethlehem.
Sekitar tengah malam, Yesus menampakkan diri kepadanya dan bertanya, "Hieronimus, hadiah natal apa yang kau siapkan untuk-Ku?"
Dengan segera dan penuh semangat Hieronimus menjawab, "Tuhan, aku akan mempersembahkan terjemahan sabda-Mu". Namun Tuhan Yesus tidak antusias menerima itu. dan berkata, "Tidak, Hieronimus, Aku tidak menginginkan itu."
Hieronimus tak percaya akan itu semua. Telah bertahun-tahun dia menghabiskan waktu untuk menterjemahkan Kitab Suci, namun ternyata Tuhan tidak menginginkan itu sebagai hadiah ulang tahun-Nya. Lalu dia mengucapkan berbagai janji, mulai dari puasa sampai berbuat amal kasih. Tetapi atas semua itu, Tuhan Yesus tetap mengatakan, "Aku tidak menginginkan itu semua". Akhirnya dengan setengah putus asa, Hieronimus memberanikan diri bertanya, "Tuhan, katakanlah apa yang Kau kehendaki, hadiah kelahiran-Mu yang paling berkenan kepada-Mu?"
"Kamu berjanji untuk itu, Hieronimus?" tanya Yesus. "Ya Tuhan, aku berjanji, segala apapun yang Kau kehendaki." Yesus lalu mengatakan, "Berikanlah dosa-dosamu."

Natal. Dia yang besar rela menjadi kecil. Dia yang adalah sumber hidup rela menjadi bayi. Dia yang Maha Kuasa rela bergantung. Di hadapan Dia yang seperti itu, apakah lalu yang bisa kita banggakan? Mengapa kita suka bicara hal-hal besar, membanggakan diri sebagai besar dan hebat, lalu sulit mengakui dengan rendah hati akan keterbatasan dan kelemahan kita, bahwa kita ini hanyalah para pengabdi Allah, melayani Gereja dan dunia-Nya, untuk menyelamatkan jiwa-jiwa? Mengapa kita suka pula berpikir hal-hal besar, lalu sulit menjadi sederhana, apalagi miskin dan rendah hati?

"Kesombongan. Kesombongan. Kalau kalian terjebak dalam kesombongan, kalian akan hancur."
Kalau Dia rela menjadi kecil, mengapa suka berpikir hal besar? Kalau Dia rela menjadi sederhana, mengapa kita suka merasa diri penting dan dibutuhkan? Kalau Dia datang membawa damai, mengapa kita justru bangga jika menimbulkan pertentangan atau bersikap sinis, pun di tengah komunitas kita?

Natal. Bukanlah ajakan untuk menjadi kecil, dan menjadi seperti kata Ignatius Loyola, menjadi manusia Latihan Rohani, yang memberikan diri mengabdi-Nya di dalam Gereja-Nya untuk menyelamatkan jiwa-jiwa?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar