Rekan-rekan muda pencinta Kristus yang sedang mencari jalan hidup, selamat berjumpa kembali. Prompang Serikat Jesus kembali menyapa teman-teman setelah sempat absen beberapa lama. Kami ingin memulai menceritakan kisah Ignatius dari Loyola, pendiri Serikat Jesus untuk teman-teman sekalian. Semoga kisahnya menjadi inspirasi dan membawa semangat bagi teman-teman untuk semakin mantap mengikuti Kristus. Tentu saja, kami juga mengucapkan terima kasih kepada Penerbit Percetakan Kanisius yang bukunya boleh kami 'bajak' untuk dibagikan kepada para pembaca.
Pada bagian pertama ini, kami ingin mengambil bab pertama dari buku Lahir Untuk Berjuang karangan Albert Jou S.J. Pada bab pertama yang berjudul Rumah Para Ksatria, diceritakan periode kehidupan Ignatisu pada tahun 1491-1506.
Ignatius terlahir sebagai orang Bask. Orang Bask merupakan bangsa Spanyol (yang saat ini sedang masuk 16 besar Piala Dunia 2010). Orang Bask memiliki pusat yang diberi nama lembah Iraurgi yang terletak 50 kilometer dari San Sebastian di sebelah Utara Spanyol. Lembah ini amat indah, diselimuti salju di musim dingin dan hijau dedaunan di musim yang lain.
Bangsa Bask memiliki keunikan. Mereka adalah orang-orang yang kuat dan terhormat, pemberani, suka berpetualang, gemar menyanyi, menari, dan olah raga yang sulit. Mereka adalah pekerja keras dan bebas merdeka, cepat dalam memperjuangkan hak-hak mereka, dengan tanggung jawab yang sama terhadap orang lain. Kebanyakan orang Bask menjadi petani, prajurit, dan pelaut.
Di tengah lembah Iraurgi, berdirilah puri Loyola di tepi sebuah sungai. Puri tersebut memiliki rumah induk yang disebut sebagai 'rumah suci'. Meskipun diberi nama 'rumah suci', ternyata penghuninya dianggap 'tidak suci'. Penghuninya, yaitu keluarga Loyola, adalah keluarga bangsawan yang paling dibenci karena senang berperang. Dua serigala yang merupakan lambang keluarga Loyola menunjukkan keserakahan para penghuninya.
Puri keluarga Loyola adalah rumah tinggal sekaligus benteng militer. Separuh rumah keluarga Loyola bagian bawah bertembok marmer yang kokoh, sedangkan separuh yang atas terbuat dari batu bata coklat kemerah-merahan. Keempat sudut puri memiliki meriam untuk mempertahankan diri dari serangan musuh. Puri ini dikelilingi oleh pohon kastanya dan pohon-pohon apel.
Pada tahun 1491, di puri Loyola lahirlah seorang anak bernama Inigo yang kita kenal sebagai St. Ignatius Loyola. Inigo memili 7 kakak laki-laki dan 5 perempuan. Karena ibunya tidak begitu sehat, Inigo diasuh oleh perawat tetangganya. Ibunya yang bernama Dona Marina meninggal saat Inigo masih berusia 5 atau 6 tahun. Posisi Dona Marina diambil alih oleh Magdalena, istri dari Martin yang menjadi pewaris puri Loyola. Magdalena pernah menjadi pembantu ratu Isabella.
Ketika masih kecil, Ignatius banyak mendengarkan cerita tentang leluhurnya. Sesudah berdoa rosario dan berdoa malam, Pangeran Loyola yang bernama Don Beltran akan mengisahkan cerita tentang orang-orang yang baru saja mereka doakan.
Inigo mendengan cerita tentang kakeknya yang karena suatu pertengkaran harus dihukum dengan cara dikirim ke sebelah selatan Spanyol untuk berperang melawan bangsa Moors. Ketika telah kembali, dijumpainya sebagian besar puri tempat tinggalnya hancur. Dia diizinkan membangunnya kembali tetapi hanya dengan batu bata.
Cerita yang mungkin paling disukai Ignatius adalah cerita tentang 7 bersaudara Loyola. Diceritakan bahwa 150 tahun yang lalu, dalam suatu pertempuran, Pangeran Loyola dan saudara-saudaranya berhasil mengalahkan musuh-musuh raja yang jauh lebih besar jumlahnya. Sebagai hadiah, masing-masing ketujuh bersaudara diperbolehkan menambahkan 7 garis lambang kepangkatan pada jaket militer mereka.
Ada pula cerita menarik tentang hari-hari ketika kakak-kakak laki-lakinya pulang kembali dari aksi militer mereka. Sebagai contoh adalah kembalinya kakak sulungnya dari pelayaran ke Amerika. Kapal yang ditumpanginya adalah bagian armada Columbus. Empat saudara laki-lakinya pergi berperang di bawah komando para jenderal yang terkenal. Mereka kembali dengan membawa berbagai hadiah untuk adik-adiknya dan mengisahkan cerita-cerita tentang tempat-tempat dan orang-orang yang telah mereka lihat serta pertempuran mereka.
Tetapi ada waktu-waktu sedih seperti ketika empat saudaranya pergi berperang dan tidak pernah kembali lagi.
Ayah Inigo menyerahkan Inigo kepada bimbingan seorang imam yang memberikan kepadanya pendidikan dasar. Jika pelajaran telah selesai, Ignasius berlari-lari bermain di padang rumput, memanjat pohon, memetik apel, atau mencari sarang burung.
Inigo menemani ayahnya mengunjungi sanak saudara dan tanah pertanian serta peternakan domba milik keluarga. Dengan bepergian dan melihat sendiri banyak hal, ia belajar banyak tentang kehidupan nyata. Ia juga belajar menyanyi dan menari.
Inigo tumbuh dewasa, tetapi tinggi badannya tidak seperti yang diharapkan ayahnya. Pada usia 15 tahun, ia dianggap terlalu pendek. Meskipun amat sehat, ia tidak pernah tertarik untuk menjadi tentara. Mungkin itulah sebabnya ayah Inigo mendorongnya untuk menjadi imam seperti kakaknya. Meskipun namanya telah terdaftar sebagai calon imam, ia tidak pernah memakai pakaian klerik atau menunjukkan kecenderungan untuk hidup membiara.
Tiba-tiba datanglah bagi Ignasius suatu kesempatan yang tak terduga. Rupanya baik kalau kesempatan itu tidak dibiarkan berlalu. Lagipula suatu generasi baru (anak-anak Martinus dan Magdalena) juga tinggal di puri. Cepat atau lambat Ignasius harus pergi.
(bersambung)
Sumber: Lahir Untuk Berjuang. Penulis: Albert Jou S.J. Hak Cipta: Kanisius 1991
Senin, 28 Juni 2010
Langganan:
Postingan (Atom)