Kawan-kawan, setelah cukup lama menghilang dari dunia maya, tim Prompang Serikat Jesus kembali lagi. Kami akan berusaha secara konsisten memberikan renungan-renungan agar kita dapat bersama-sama semakin menemukan apa kehendak Tuhan bagi diri kita. Kami juga menerima renungan-renungan dari teman-teman sekalian untuk dibagikan di forum ini. Berbagi (ber-sharing) adalah anugerah yang di masa kini semakin sulit kita dapatkan. Mari kita saling berbagi agar orang lain semakin merasakan kehadiran Tuhan dalam hidup mereka.
Pada tulisan kali ini, kami ingin mengajak teman-teman mendengarkan sharing pengalaman dari seorang Jesuit dari Amerika bernama James Martin, S.J. Dia adalah seorang penulis yang berbakat. Sebelum bergabung dengan Serikat Jesus, dia telah bekerja dalam suatu perusahaan besar dan memperoleh kesuksesan. Namun, semangat untuk mengikuti Kristus begitu membakar hatinya sehingga dia memutuskan hidup dalam Serikat Jesus.
James Martin memiliki sebuah pertanyaan besar yang dimulainya ketika dia ada di novisiat. Apa artinya memiliki 'relasi' dengan Tuhan? Apa yang harus aku lakukan agar dapat berelasi dengan Tuhan? Awalnya, James Martin menduga bahwa dia harus berubah sebelum mendekati Tuhan karena dia merasa tidak layak bertemu Tuhan. Bahkan, untuk berdoa-pun, dia merasa tidak pantas. James Martin bertanya kepada pembimbingnya: apa yang harus aku lakukan sebelum aku berelasi dengan Tuhan? Romo pembimbing menjawab: Tidak Ada yang perlu kamu lakukan karena Tuhan akan menemui dirimu dimanapun kamu berada.
Mendengar jawaban dari Romo pembimbing, James Martin merasa lega. Meskipun Tuhan selalu memanggil kita untuk bertobat dan bertumbuh, dan meskipun kita tidaklah sempurna dan berdosa, Tuhan selalu mencintai kita sebagaimana kita adanya. Seorang Jesuit dari India bernama Anthony de Mello, S.J pernah berkata: kamu tidak perlu berubah untuk membuat Tuhan mau mencintaimu. Dan ini menjadi dasar penting dalam Latihan Rohani St. Ignatius Loyola ketika memasuki minggi pertama: bahwa kita dicintai dalam ketidaksempurnaan kita.
James Martin kemudian mencoba merenungkan Perjanjian Baru. Yesus menyerukan pertobatan kepada orang-orang, mengubah hidup mereka. Namun, ketika orang masih enggan untuk berubah dan bertobat, Yesus tidak ragu-ragu untuk menjalin relasi dengan mereka. Yesus menemui mereka sebagaimana mereka adanya. Dari hidup Yesus, kita bisa melihat bahwa Tuhan menghendaki untuk selalu berelasi dengan kita. Namun, cara Tuhan berelasi dengan kita sangatlah bergantung dari posisi kita dalam hidup.
Seandainya kita amat menghargai persahabatan, maka Tuhan akan menemui diri kita dengan cara ini: melalui persahabatan. James Martin menceritakan tentang seorang temannya yang bersharing bahwa dia memiliki saat-saat yang sulit untuk bersyukur. James Martin bertanya kepadanya: dimana kamu merasa paling sering menemukan Tuhan? Temannya menjawab tanpa ragu: pada anak-anakku!
Tuhan dapat bertemu dengan kita dimana saja. James Martin memiliki seorang teman Jesuit yang melayani di penjara dan memberikan Latihan Rohani kepada para tahanan. Seorang tahanan menceritakan bahwa suatu hari dia hendak memukul temannya, namun tiba-tiba dia merasakan Tuhan memberikan kepadanya 'suatu waktu' untuk mempertimbangkan. Di sinilah Tuhan bertemu dengan umat-Nya di dalam penjara.
Tuhan juga menemui kita dengan cara yang dapat kita pahami, cara yang bermakna bagi kita. Seringkali Tuhan berbicara kepada kita dengan cara yang amat personal, yang amat terkait dengan situasi hidup kita sehingga seringkali sulit untuk menjelaskannya kepada orang lain.
Seorang penulis bernama Gustave Flaubert pernah menulis cerita pendek berjuduk 'Hati yang Sederhana'. Cerita tersebut menceritakan seorang perempuan yang miskin bernama Felicite. Dia bekerja sebagai pembantu di rumah Ny. Aubain yang kejam. Suatu hari, Ny. Aubain memberikan pada Felicite seekor burung kakatua yang berwarna cerah bernama Loulou. Burung kakatua ini adalah satu-satunya hadiah yang pernah diterima Felicite. Lalu datanglah saat yang menyedihkan: Loulou mati. Dalam kesedihan, Felicite membawa Loulou yang sudah mati untuk diawetkan. Felicite meletakkan burung kakatua di atas sebuah lemari besar bersama benda-benda suci yang dia miliki. Setiap pagi ketika Felicite bangun tidur, dia akan memandang Loulou sambil mengingat hari-hari yang telah lewat dan hal-hal kecil dari peristiwa yang tidak penting, tidak dengan kesedihan, namun dengan kedamaian. Setelah majikannya meninggal, Felicite semakin tua dan hidup dalam kesederhanaan dan kesalehan. Akhirnya, pada saat kematiannya, Felicite mendapat penglihatan yang aneh namun indah: ketika Felicite menghembuskan nafas terakhirnya, dia seolah-olah melihat di langit yang terbuka seekor kakatua raksasa yang melayang-layang di atas kepalanya. Tuhan datang kepada kita melalui cara yang dapat kita pahami.
James Martin pernah bertugas di Nairobi, Kenya bersama Jesuit Refugee Services (JRS). Dia membantu pengungsi dari Afrika Timur yang tinggal di dalam kota untuk memulai usaha agar dapat menopang hidup mereka. Pada awal tugasnya, James Martin merasakan kesepian karena terpisah dari teman-teman dan keluarganya yang ada di Amerika. Setelah beberapa bulan bekerja keras, James Martin didiagnosa mengalami kelainan darah bernama mononucleosis yang membutuhkan dua bulan masa pemulihan. Itu menjadi masa-masa yang berat. Namun, James Martin bekerja bersama orang-orang yang murah hati. Ada seorang relawan bernama Uta. Dia adalah seorang Lutheran dari Jerman yang sudah berpengalaman bekerja bersama para pengungsi di Asia Selatan. Setelah James Martin sembuh dari sakit, kerja mereka dilanjutkan dan mulai terlihat hasilnya: mereka membantu para pengungsi mendirikan 20 usaha, termasuk penjahit, restaurant, toko roti, dan peternakan ayam. James Martin dan Uta membuat toko kecil yang menjual kerajinan tangan para pengungsi.
Pengalaman James Martin adalah pengalaman yang menakjubkan. Dari pengalaman frustrasi karena sakit dan kesepian, James Martin masuk ke dalam pengalaman bekerja bersama para pengungsi dan menyadari bahwa ini adalah saat membahagiakan dan membebaskan yang pernah dia rasakan. Ada banyak kesulitan, namun ada banyak kebahagiaan yang ditemukan.
Suatu hari, dia berjalan pulang dari toko souvenir. Dia melewati jalan yang cukup panjang dari lingkungan yang kumuh, naik menuju bukit, lalu turun melewati pepohonan, bunga lili, dan rerumputan serta ladang jagung. Sembari berjalan, James Martin melewati orang-orang yang sedang bekerja di ladang mereka. Mereka memanggilnya ketika dia lewat. Burung-burung berwarna cerah bernyanyi dengan riang. Di dasar lembah ada sungai kecil, dan James Martin menyeberangi jembatan yang ada di atasnya. Ketika dia telah sampai di sisi lain dari bukit, dia berbalik dan melihat matahari menyinari jalan, sungai, orang-orang, pohon, bunga, dan rerumputan. Di sanalah, James Martin dipenuhi oleh kebahagiaan. Dia merasakan kepenuhan setelah mengalami berbagai kesulitan dan penderitaan. Itu menjadi pengalaman yang sungguh mengejutkan. Di sana Tuhan berbicara kepadanya dimana dia berada dan menawarkan apa yang James Martin butuhkan. Memang sulit untuk menggambarkan secara utuh perasaan tersebut. Namun, itu suatu pengalaman personal yang bermakna yang telah mengubah hidup James Martin.
Tuhan berbicara kepada kita dengan cara yang dapat kita pahami. Tuhan berbicara kepada Ignatius dari Loyola ketika dia sedang dalam masa pemulihan setelah terluka parah dalam perang. Tuhan berbicara kepada James Martin secara khusus di Nairobi melalui pemandangan di desa kecil tersebut. Tuhan berbicara kepada kita setiap waktu, tidak peduli betapa membingungkan hidup kita. Kita tidak perlu membuat hidup yang sempurna agar dapat mengalami Tuhan. Di dalam Kitab Suci, Yesus bertemu dengan orang-orang ketika mereka sedang bekerja: Petrus sedang memperbaiki jala di tepi pantai, Matius yang duduk di kantor pemungut cukai. Yesus juga menjumpai orang-orang yang sungguh menderita: perempuan yang berzinah yang akan dirajam, perempuan yang sakit bertahun-tahun, laki-laki yang kerasukan. Dalam berbagai situasi tersebut, Tuhan berkata: Aku siap untuk bertemu denganmu apabila kamu siap untuk menemui-Ku.
Jika Tuhan menemuimu di mana kamu berada, maka di mana kamu berada adalah tempat untuk bertemu dengan Tuhan. Kita tidak perlu menunggu sampai hidup kita tenang atau kita memiliki rumah yang bagus, atau kita sembuh dari sakit, atau kita telah menjadi lebih religius, atau kita telah berdoa lebih baik. Kita tidak perlu menunggu karena Tuhan telah siap saat ini juga.
(disarikan dari America, 8 Maret 2010)
Jumat, 23 April 2010
Kamis, 01 April 2010
MALCHUS
Malkhus. Adakah yang ingat nama itu? Itulah nama pegawai Bait Allah yang telinganya dipotong oleh pedang Petrus saat peristiwa penangkapan Yesus di taman Getsemani.
Peter Steele S.J mengungkapkan dengan indah dalam sebuah puisi untuk mengantar kita merenungkan sengsara Tuhan kita Yesus Kritus
MALCHUS
Bull at a gate in the garden, Peter's out
With a stubby blade, and slashes in the dark
At the nearest of the looming figures - a lout,
And a slave with it, obedient to the bark
Of the officer bloke, to whom he's a waste of space,
Named though he is for a king. And now it's first
Blood to the partisans of peace in the race
To the hooked wood, the dangling and the thirst.
The stuff that crusted where the severed ear
Had been returned stayed with him through the night
And half of bloody Friday. He could hear
As well as ever, though he made a sight
For his mates to see while he talked about the stroke
And how the man commanded when he spoke
JARI TUHAN
JARI TUHAN
Kita tentu ingat kisah dalam Injil yang mengisahkan Yesus dan perempuan yang berzinah. Tentu mudah bagi kita untuk mengarahkan jari kepada seseorang yang tertangkap basah melakukan kejahatan. Ketika ada seseorang tertangkap basah, perhatian tentunya terarah pada si tertuduh, sedangkan aku dengan segala kedosaanku tidak akan diperhatikan dan terhindar dari tatapan curiga orang-orang di sekitarku. Ketika kita bergabung dengan massa penuduh, aku menjauhkan diri dari pemeriksaan diri dan kemungkinan untuk bertobat.
Ada banyak tafsiran tentang apa yang ditulis oleh Yesus ketika dia menunduk dan menulis di tanah seperti tampak dalam kisah Yesus dan perempuan yang berzinah. Ada yang berpendapat, Yesus menuliskan dosa para penuduh. Ada pula yang berpendapat, Yesus meniru praktek kerajaan Romawi dimana hakim pertama-tama menuliskan keputusan dan membacakannya keras-keras. Yang lain lagi berpendapat bahwa Yesus mengulur-ulur waktu untuk memikirkan jawaban apa yang hendak diberikannya.
Barbara Reid, O.P, seorang suster Dominikan memberikan sebuah permenungan yang menarik. Dia mengkaitkan kisah dalam Yoh 8:6 dengan pemberikan hukum kepada Musa. Dalam Musa 31:18 dikatakan bahwa Allah memberikan kepada Musa 2 loh batu yang ditulis dengan jari Tuhan. Barbara Reid melihat bahwa bukan isi dari tulisan Yesus yang penting dalam permenungan kita (karena apabila isi tulisan itu penting, Yohanes pasti sudah menuliskannyau untuk kita), namun TINDAKAN YESUS itulah yang perlu kita renungkan. Tindakan Yesus menulis dengan jarinya menunjukkan tindakan Allah yang telah memberikan hukum kepada umat Israel melalui Musa. Interpretasi Yesus terhadap hukum adalah sejalan dengan maksud Allah. Hukum tidak dipergunakan sebagai instrumen pengutukan, namun bimbingan untuk hidup seturut kehendak Allah.
Mungkin kita bertanya-tanya, bagaimana mungkin Yesus membiarkan seorang yang jelas-jelas berdosa pergi begitu saja tanpa hukuman? Ini dapat menggoyahkan iman mereka yang masih belum kuat. Ada yang berpendapat bahwa meskipun Yesus mengampuni dosa kita, dia tidaklah menghilangkan hukuman sosial yang resmi. Tetapi, dalam permenungan tentang relasi personal kita dengan Allah, kita tidak dapat berbicara dalam tataran aturan dan hukuman. Kacamata Tuhan bukan kacamata aturan dan hukuman seolah-olah Allah adalah sosok yang kejam yang siap menghukum bila kita bersalah. Hukum tidak dapat mengekspresikan dengan baik tentang relasi kita dengan Tuhan. Yang merekatkan kita dengan Allah adalah hadiah pengampunan yang ditawarkan oleh Allah lewat diri Kristus. Inilah hadiah yang mengundang kita untuk masuk ke dalam hidup baru. Hadiah ini akan menyebar semakin banyak setiap kali kita menawarkan pengampunan dan belas kasih kepada satu sama lain.
Pelukis terkenal Michaelangelo pernah membuat lukisan yang menakjubkan: Allah, dikelilingi para malaikat, mengulurkan tangan-Nya, dengan jari telunjuk-Nya terarah pada Adam. Jari telunjuk-Nya tidaklah menunjuk kesalahan manusia, namun berusaha menarik manusia ke dalam kasih-Nya. Jari Adam terarah pada Allah, berusaha untuk meraih-Nya. Apakah kita mau menyentuhkan jari kita dan menerima tawaran-Nya?
Kita tentu ingat kisah dalam Injil yang mengisahkan Yesus dan perempuan yang berzinah. Tentu mudah bagi kita untuk mengarahkan jari kepada seseorang yang tertangkap basah melakukan kejahatan. Ketika ada seseorang tertangkap basah, perhatian tentunya terarah pada si tertuduh, sedangkan aku dengan segala kedosaanku tidak akan diperhatikan dan terhindar dari tatapan curiga orang-orang di sekitarku. Ketika kita bergabung dengan massa penuduh, aku menjauhkan diri dari pemeriksaan diri dan kemungkinan untuk bertobat.
Ada banyak tafsiran tentang apa yang ditulis oleh Yesus ketika dia menunduk dan menulis di tanah seperti tampak dalam kisah Yesus dan perempuan yang berzinah. Ada yang berpendapat, Yesus menuliskan dosa para penuduh. Ada pula yang berpendapat, Yesus meniru praktek kerajaan Romawi dimana hakim pertama-tama menuliskan keputusan dan membacakannya keras-keras. Yang lain lagi berpendapat bahwa Yesus mengulur-ulur waktu untuk memikirkan jawaban apa yang hendak diberikannya.
Barbara Reid, O.P, seorang suster Dominikan memberikan sebuah permenungan yang menarik. Dia mengkaitkan kisah dalam Yoh 8:6 dengan pemberikan hukum kepada Musa. Dalam Musa 31:18 dikatakan bahwa Allah memberikan kepada Musa 2 loh batu yang ditulis dengan jari Tuhan. Barbara Reid melihat bahwa bukan isi dari tulisan Yesus yang penting dalam permenungan kita (karena apabila isi tulisan itu penting, Yohanes pasti sudah menuliskannyau untuk kita), namun TINDAKAN YESUS itulah yang perlu kita renungkan. Tindakan Yesus menulis dengan jarinya menunjukkan tindakan Allah yang telah memberikan hukum kepada umat Israel melalui Musa. Interpretasi Yesus terhadap hukum adalah sejalan dengan maksud Allah. Hukum tidak dipergunakan sebagai instrumen pengutukan, namun bimbingan untuk hidup seturut kehendak Allah.
Mungkin kita bertanya-tanya, bagaimana mungkin Yesus membiarkan seorang yang jelas-jelas berdosa pergi begitu saja tanpa hukuman? Ini dapat menggoyahkan iman mereka yang masih belum kuat. Ada yang berpendapat bahwa meskipun Yesus mengampuni dosa kita, dia tidaklah menghilangkan hukuman sosial yang resmi. Tetapi, dalam permenungan tentang relasi personal kita dengan Allah, kita tidak dapat berbicara dalam tataran aturan dan hukuman. Kacamata Tuhan bukan kacamata aturan dan hukuman seolah-olah Allah adalah sosok yang kejam yang siap menghukum bila kita bersalah. Hukum tidak dapat mengekspresikan dengan baik tentang relasi kita dengan Tuhan. Yang merekatkan kita dengan Allah adalah hadiah pengampunan yang ditawarkan oleh Allah lewat diri Kristus. Inilah hadiah yang mengundang kita untuk masuk ke dalam hidup baru. Hadiah ini akan menyebar semakin banyak setiap kali kita menawarkan pengampunan dan belas kasih kepada satu sama lain.
Pelukis terkenal Michaelangelo pernah membuat lukisan yang menakjubkan: Allah, dikelilingi para malaikat, mengulurkan tangan-Nya, dengan jari telunjuk-Nya terarah pada Adam. Jari telunjuk-Nya tidaklah menunjuk kesalahan manusia, namun berusaha menarik manusia ke dalam kasih-Nya. Jari Adam terarah pada Allah, berusaha untuk meraih-Nya. Apakah kita mau menyentuhkan jari kita dan menerima tawaran-Nya?
Langganan:
Postingan (Atom)